Sunday, May 26, 2013

Rukuk Yang Paling Sempurna

Rukuk paling sempurna ialah seseorang bertakbir sambil mengangkat tangan. Ketika telapak tangannya sejajar dengan bahunya, ia membungkuk dan memanjangkan lafazh takbir pindah gerakan, lalu meletakkan tangannya pada kedua lutut dengan jari-jari tangan terbuka dan memanjangkan punggung dan leher, sedangkan sikunya renggang dari lambung.
Dalil tentang takbir dan mengangkat tangan adalah hadits Ali bin Abu Thalib RA, ia menuturkan:
"Ketika berdiri untuk shalat wajib, Rasulullah Saw bertakbir sambil meng­angkat tangan sejajar dengan bahunya. Beliau melakukan hal yang sama apabila selesai dari bacaan dan hendak rukuk. Juga apabila bangun dari rukuk. Rasulullah Saw tidak mengangkat tangannya ketika duduk. Apabila bangun dari raka'at kedua (setelah tahiyyat awal), beliau mengangkat tangannya sambil bertakbir". (HR. Al-Bukhari dalam Juz Raf il Yadain, dan At-Tirmidzi [5:487], merupakan hadits shahih)
Sedangkan dalil tentang takbir pindah gerakan dalam shalat ialah hadits Abu Hurairah RA, ia mengungkapkan: "Rasulullah Saw apabila berdiri untuk shalat, beliau bertakbir saat berdiri kemudian bertakbir ketika rukuk. Ketika bangun dari rukuk, beliau mengucap: "sami'allahuliman hamidah". Lalu dalam posisi berdiri, beliau membaca: "rabbanalaka hamdu'. Lantas bertakbir saat turun dan bertakbir ketika mengangkat kepalanya. Setelah itu beliau sujud diiringi dengan takbir. Kemudian bertakbir ketika mengangkat kepalanya. Beliau melakukan seperti itu dalam keseluruhan shalatnya sampai selesai. Dan saat bangun dari raka'at kedua setelah duduk, Rasul membaca takbir. (HR. Al-Bukhari [2:272], Muslim [1:293]).
Mutharif bin Abdillah menceritakan pengalamannya: "Saya bersama Imran bin Husein pernah shalat di belakang Ali bin Abi Thalib. Apabila ia sujud, ia ber­takbir, begitu juga jika bangun dari sujud. Bila bangun (dari duduk) di akhir raka'at kedua, ia bertakbir. Usai shalat, Ali menuntun tangan Imran bin Husein seraya bertutur, "Apa yang saya lakukan ini mengingatkan saya pada shalat Rasulullah. Atau ia bilang, "Kita shalat seperti shalat Rasulullah Saw". (HR. Al-Bukhari [2:271] Fathul-Bari).
Dalam Fathul Bari [2:271], Ibnu Hajar berkata, "Dalam riwayat Qatadah dari Mutharrif, bahwa Imran RA berkata, "Semenjak lama saya tidak pernah shalat yang lebih menyerupai shalat Rasululllah selain dari shalat ini".
Ibnu Batthal mengungkapkan, 'Tidak diingkarinya orang yang meninggalkan takbir menunjukan bahwa para salaf tidak memandangnya sebagai rukun shalat", demikian Ibnu Hajar menyebutkan dalam Fathul-Bari [2:270].
Mengenai dipanjangkannya takbir perpindahan gerakan shalat, ada riwayat shahih bahwa Nabi telah melakukannya. Qatadah pernah bertanya kepada Anas bin Malik tentang bacaan Nabi. Anas menjelaskan bahwa beliau telah memanjang- kannya. (HR. Al-Bukhari [9:91] dan lainnya).
Penulis berkata: Ada ulama yang menyampaikan pandangan bahwa takbir- takbir itu dipanjangkan agar shalatnya tidak kosong dari dzikir.
Dalil tentang meletakkan tangan pada kedua lutut dengan jari-jari terbuka adalah hadits Abu Mas'ud Al-Badri RA, di dalamnya ada kata-kata: "Ketika Rasul rukuk, beliau meletakkan telapak tangannya diatas lututnya dengan menjadikan jari-jarinya di bawahnya". (HR. An-Nasa'i [2:195], merupakan hadits shahih) Juga hadits dari Wail bin Hujr RA, ia berkata:
"Manakala rukuk, Rasulullah Saw membuka jari-jari tangannya, dan jika sujud beliau merapatkan (menghimpun)nya". (HR. Ibnu Hibban [5:248] dan Ath-Thabrani dalam Al-Kabir [22:18])
Hadits Abu Hamid As-Sa'idi RA, berisi penjelasan tentang shalat Nabi, "Bila rukuk, Rasulullah Saw memantapkan telapak tangannya pada kedua lutut beliau dan membuka jari-jarinya". (HR. Abu Dawud (1:195)."
Maka disunnahkan bagi orang yang shalat untuk meletakkan bagian dalam telapak tangan diatas ujung lutut bagian atas sedang jari-jarinya terbuka di bawah lutut. Dalil memanjangkan (meluruskan) punggung, leher dan kepala sejajar dengan tanah dengan tidak bengkok adalah hadits Rifa'ah bin Rafi' RA dalam hadits tentang Al-Musi Shalatahu (yang buruk shalatnya). Dalam hadits ini Rasul berpesan kepadanya:

"Jika kamu rukuk, maka jadikanlah telapak tanganmu berada diatas lututmu, luruskanlah punggungmu, dan teguhlah kamu dalam rukuk". (HR. Ahmad [4:34], merupakan hadits shahih)
Juga disunnahkan meluruskan kepala, tidak menunduk atau mendongak ke atas. la dan pungung lurus dengan tanah. Sayldah Aisyah RA menuturkan bahwa apabila rukuk, Rasulullah Saw meluruskan kepalanya, tidak mendongak atau menunduk". (HR. Muslim [1:357 no.240])
Imam An-Nawawi dalam Syarah Shahih Muslim [4:213-214] mengetengahkan pandangannya, "Hadits ini menunjukkan bahwa yang sunnah bagi orang yang rukuk adalah meluruskan punggungnya dimana kepala dan punggung bagian belakang sama lurus".
Dalam riwayat Abu Hamid As-Sa'idi tentang sifat shalat Rasulullah Saw disebutkan, "Jika rukuk, Rasulullah meneguhkan tangannya pada lututnya lalu meluruskan punggungnya". (HR. Al-Bukhari [2:305] dalam Fathul Bari)
Dalil tentang merenggangkan tangan dari lambung adalah hadits Abu Hamid As-Sa'idi yang sebagian isinya adalah, "Kemudian Rasulullah Saw rukuk seraya meletakkan tangan diatas lutut beliau seakan-akan menggenggamnya, dan beliau meneguhkan tangannya dengan merenggangkannya dari lambungnya". Dalam riwayat At-Tirmidzi, "Maka beliau menjauhkan tangannnya dari lambungnya". At-Tirmidzi berkata, "Yang diambil oleh ahli ilmu ialah pendapat bahwa seseorang merenggangkan tangannya dari lambungnya ketika rukuk dan sujud".
Disini perlu diingatkan bahwa makna tajafa (renggang) maksudnya renggang yang normal, bukan seperti yang dipahami oleh orang yang tidak mengerti sunnah dimana ia merenggangkannya secara berlebihan atau sangat jauh di luar ukuran umum sampai ia mempersempit orang yang shalat di sisinya dan punggug- nya dipanjangkan berlebihan sampai bengkok. Cara seperti ini jelas bertentangan dengan sunnah yang shahih.

Ketika rukuk, dianjurkan melihat ke depan ke arah bumi dan dimakruhkan melihat ke belakang atau ke arah belakang kaki, karena melihat ke belakang menyalahi adab shalat dan tergolong main-main dalam shalat.

(Sifat Shalat Nabi SAW karya Syaikh Hasan Ali Saqqaf)

No comments:

Post a Comment