Sunday, May 26, 2013

Bertasbih dan Berdo'a dalam Rukuk

Disunnahkan bertasbih saat rukuk dengan membaca: "subhana rabbiyyal 'azhim". la membacanya dengan ganjil berdasarkan hadits, "Sesungguhnya Allah itu ganjil senang kepada yang ganjil". (HR. Muslim [4:2062]).
Dan disunnahkan membaca do'a lain, tetapi yang afdhal ialah yang disebutkan dalam hadits shahih berikut:
Ibnu Abbas RA berujar, "Rasulullah Saw bersabda:
"Ketahuilah, sesungguhnya aku dilarang membaca Al-Qur'an saat rukuk dan sujud, ketika rukuk, agungkanlah Rabbmu, dan saat sujud, ber­sungguh-sungguhlah dalam berdo'a, karena layak bagimu untuk dikabulkan". (HR. Syafi'i dalam Al-Musnad [1:95] dan Muslim [1:348])
Dari Uqbah bin Amir RA, tuturnya, "Ketika turun ayat: fasabbihbismirabbikal 'Azhim. Rasulullah Saw bertutur, "Jadikanlah ia dalam rukukmu". Dan sewaktu turun ayat: "sabbihisma rabbikal a'la", beliau berpesan, "Jadikanlah ia dalam sujudmu". (HR. Abu Dawud [1:230], Ibnu Hibban [5:225], dan lainnya, merupakan hadits shahih)
Dari Hudzaifah bin Yaman RA, ungkapnya: "Saya telah shalat bersama Rasulullah Saw. Ketika rukuk, beliau membaca: "subhana rabbiyal 'azhim", dan tatkala sujud, beliau membaca, "subhana rabbiyal a'la". (HR. Muslim [1:537 no.772], Ibnu Hibban [5:223], dan lainnya)
Dari Aisyah RA, la berkata: "Dalam rukuk dan sujudnya, Rasulullah Saw membaca:
"subbuhun quddusun rabbul mala'ikati war-ruh". (HR. Muslim [:353])
Dari Ali bin Abu Thalib RA menceritakan bahwa ketika rukuk Nabi Saw membaca:
"Allahumma raka'tu wa bika amantu wa laka aslamtu anta rabbi. Khasya'a sam'i wa bashari wa mukhkhi wa 'azhmi wa 'ashabi wa ma istaqallat bihi qadami lillahi rabbil 'alamin (Ya Allah, kepada-Mu aku rukuk, kepada-Mu aku beriman, kepada-Mu aku pasrah. Engkau Rabbku. Pendengaranku, pandanganku, otak dan tulangku, otot-otot dan setiap langkah kakiku telah tunduk kepada Allah Rabb semesta alam)". (HR. Syafi'i dalam Al- Musnad [1:83], Muslim [1:55], Ibnu Khuzaimah [1:306], Ibnu Hibban [5:228], dan lainnya)
Al-Hafizh An-Nawawi mengemukakan pandangannya, "Dianjurkan untuk bertasbih dalam rukuk, dan cukup walau hanya dengan mengucap: "subhanallah" atau "subhana rabbi". Yang sempurna minimal: "subhana rabbiyal 'azhim"l kali. Ini adalah batas minimal kesempurnaan bacaan.
Penulis berkata: Pendapat bahwa tidaklah cukup (tidaklah sah) jika kalimat ini dibaca kurang dari tiga kali merupakan pendapat tidak benar. Karena tidak shahihnva hadits yang menyebutkan, "Jika salah seorang dari kamu rukuk, maka hendaklah membaca, "subhana rabbiyal'azhim"tiga kali. Dengannya
sempurnalah rukuknya dan kalimat tersebut adalah batas minimal kesempurnaan bacaan rukuk". (HR. Syafi'i dalam Al-Umm [1:96], Abu Dawud [1:234], At-Tirmidzi [2:47] dan Ibnu Majah [1:288] dari hadits Abdullah bin Mas'ud RA).
Tetapi bersama hadits lain, ia dijadikan pegangan atas disunnahkannya bertasbih sebanyak tiga kali.
Dalam Kitab As-Sunan (2:47), Tirmidzi bertutur, "Ahli ilmu mengamalkan pendapat ini yaitu disunnahkan seseorang membaca tasbih dalam rukuk tidak kurang dari 3 kali. Telah diriwayatkan dari Abdullah bin Mubarak Ra, ia berujar, "Dianjurkan bagi imam agar membaca tasbih 5 kai agar makmum sempat membacanya 3 kali". Demikian juga pendapat lshaq bin Rahav\aih".
An-Nawawi dalam Syarah Al-Muhadzdzab [3:415] memaparkan, "Tasbih menurut bahasa maknanya /a/7z/T7( mensucikan). Al-Wahidi telah mengatakan bahwa para ahli tafsir dan ahli ma'ani telah berijmak bahwa makna "tasbih" ialah mensucikan Allah dan membebaskannya dari segala keburukan".
Penulis berkata: Salah satu kaidah Islam yang baku ialah orang yang shalat dalam sujud dan rukuknya, diperintah untuk beribadah kepada Allah Ta'ala dengan mengisbat (menetapkan) aqidah tanzih (pensucfan) dan pembebasan dari aqidah tesyM? (penyerupaan), serta meyakini apa yang disebutkan dalam ayat, "Tidak ada sesuatupun yang menyerupai-Nya". Maka ia menafikan gambaran penyerupaan dari akal dan kalbunya.
Para ulama dahulu berkata, "Setiap yang terlintas di benakmu, Allah berbeda dengannya". Diambil dari serangkaian ayat berikut:
"Dan tak seorang pun yang setara dengan Dia". (QS. Al-lkhlash [112]: 4)
Maka wajib bagi setiap orang yang mentauhidkan Allah untuk mensucikan Allah dari penyerupaan dan penggambaran sosok Allah, juga mensucikan-Nya dari tempat dan waktu.16 la juga wajib meyakini bahwa Allah Tabarak wa Ta'ala tidak dapat dijangkau oleh akal makhluk dan ia harus pasrah kepada-Nya.
"Maka apakah (Allah) yang menciptakan itu sama dengan yang tidak dapat menciptakan (apa-apa)? Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?" (QS. An-Nahl [16]: 17)

"Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia". (QS. Asy-Syura [42]: 11)



Rukuk Yang Paling Sempurna

Rukuk paling sempurna ialah seseorang bertakbir sambil mengangkat tangan. Ketika telapak tangannya sejajar dengan bahunya, ia membungkuk dan memanjangkan lafazh takbir pindah gerakan, lalu meletakkan tangannya pada kedua lutut dengan jari-jari tangan terbuka dan memanjangkan punggung dan leher, sedangkan sikunya renggang dari lambung.
Dalil tentang takbir dan mengangkat tangan adalah hadits Ali bin Abu Thalib RA, ia menuturkan:
"Ketika berdiri untuk shalat wajib, Rasulullah Saw bertakbir sambil meng­angkat tangan sejajar dengan bahunya. Beliau melakukan hal yang sama apabila selesai dari bacaan dan hendak rukuk. Juga apabila bangun dari rukuk. Rasulullah Saw tidak mengangkat tangannya ketika duduk. Apabila bangun dari raka'at kedua (setelah tahiyyat awal), beliau mengangkat tangannya sambil bertakbir". (HR. Al-Bukhari dalam Juz Raf il Yadain, dan At-Tirmidzi [5:487], merupakan hadits shahih)
Sedangkan dalil tentang takbir pindah gerakan dalam shalat ialah hadits Abu Hurairah RA, ia mengungkapkan: "Rasulullah Saw apabila berdiri untuk shalat, beliau bertakbir saat berdiri kemudian bertakbir ketika rukuk. Ketika bangun dari rukuk, beliau mengucap: "sami'allahuliman hamidah". Lalu dalam posisi berdiri, beliau membaca: "rabbanalaka hamdu'. Lantas bertakbir saat turun dan bertakbir ketika mengangkat kepalanya. Setelah itu beliau sujud diiringi dengan takbir. Kemudian bertakbir ketika mengangkat kepalanya. Beliau melakukan seperti itu dalam keseluruhan shalatnya sampai selesai. Dan saat bangun dari raka'at kedua setelah duduk, Rasul membaca takbir. (HR. Al-Bukhari [2:272], Muslim [1:293]).
Mutharif bin Abdillah menceritakan pengalamannya: "Saya bersama Imran bin Husein pernah shalat di belakang Ali bin Abi Thalib. Apabila ia sujud, ia ber­takbir, begitu juga jika bangun dari sujud. Bila bangun (dari duduk) di akhir raka'at kedua, ia bertakbir. Usai shalat, Ali menuntun tangan Imran bin Husein seraya bertutur, "Apa yang saya lakukan ini mengingatkan saya pada shalat Rasulullah. Atau ia bilang, "Kita shalat seperti shalat Rasulullah Saw". (HR. Al-Bukhari [2:271] Fathul-Bari).
Dalam Fathul Bari [2:271], Ibnu Hajar berkata, "Dalam riwayat Qatadah dari Mutharrif, bahwa Imran RA berkata, "Semenjak lama saya tidak pernah shalat yang lebih menyerupai shalat Rasululllah selain dari shalat ini".
Ibnu Batthal mengungkapkan, 'Tidak diingkarinya orang yang meninggalkan takbir menunjukan bahwa para salaf tidak memandangnya sebagai rukun shalat", demikian Ibnu Hajar menyebutkan dalam Fathul-Bari [2:270].
Mengenai dipanjangkannya takbir perpindahan gerakan shalat, ada riwayat shahih bahwa Nabi telah melakukannya. Qatadah pernah bertanya kepada Anas bin Malik tentang bacaan Nabi. Anas menjelaskan bahwa beliau telah memanjang- kannya. (HR. Al-Bukhari [9:91] dan lainnya).
Penulis berkata: Ada ulama yang menyampaikan pandangan bahwa takbir- takbir itu dipanjangkan agar shalatnya tidak kosong dari dzikir.
Dalil tentang meletakkan tangan pada kedua lutut dengan jari-jari terbuka adalah hadits Abu Mas'ud Al-Badri RA, di dalamnya ada kata-kata: "Ketika Rasul rukuk, beliau meletakkan telapak tangannya diatas lututnya dengan menjadikan jari-jarinya di bawahnya". (HR. An-Nasa'i [2:195], merupakan hadits shahih) Juga hadits dari Wail bin Hujr RA, ia berkata:
"Manakala rukuk, Rasulullah Saw membuka jari-jari tangannya, dan jika sujud beliau merapatkan (menghimpun)nya". (HR. Ibnu Hibban [5:248] dan Ath-Thabrani dalam Al-Kabir [22:18])
Hadits Abu Hamid As-Sa'idi RA, berisi penjelasan tentang shalat Nabi, "Bila rukuk, Rasulullah Saw memantapkan telapak tangannya pada kedua lutut beliau dan membuka jari-jarinya". (HR. Abu Dawud (1:195)."
Maka disunnahkan bagi orang yang shalat untuk meletakkan bagian dalam telapak tangan diatas ujung lutut bagian atas sedang jari-jarinya terbuka di bawah lutut. Dalil memanjangkan (meluruskan) punggung, leher dan kepala sejajar dengan tanah dengan tidak bengkok adalah hadits Rifa'ah bin Rafi' RA dalam hadits tentang Al-Musi Shalatahu (yang buruk shalatnya). Dalam hadits ini Rasul berpesan kepadanya:

"Jika kamu rukuk, maka jadikanlah telapak tanganmu berada diatas lututmu, luruskanlah punggungmu, dan teguhlah kamu dalam rukuk". (HR. Ahmad [4:34], merupakan hadits shahih)
Juga disunnahkan meluruskan kepala, tidak menunduk atau mendongak ke atas. la dan pungung lurus dengan tanah. Sayldah Aisyah RA menuturkan bahwa apabila rukuk, Rasulullah Saw meluruskan kepalanya, tidak mendongak atau menunduk". (HR. Muslim [1:357 no.240])
Imam An-Nawawi dalam Syarah Shahih Muslim [4:213-214] mengetengahkan pandangannya, "Hadits ini menunjukkan bahwa yang sunnah bagi orang yang rukuk adalah meluruskan punggungnya dimana kepala dan punggung bagian belakang sama lurus".
Dalam riwayat Abu Hamid As-Sa'idi tentang sifat shalat Rasulullah Saw disebutkan, "Jika rukuk, Rasulullah meneguhkan tangannya pada lututnya lalu meluruskan punggungnya". (HR. Al-Bukhari [2:305] dalam Fathul Bari)
Dalil tentang merenggangkan tangan dari lambung adalah hadits Abu Hamid As-Sa'idi yang sebagian isinya adalah, "Kemudian Rasulullah Saw rukuk seraya meletakkan tangan diatas lutut beliau seakan-akan menggenggamnya, dan beliau meneguhkan tangannya dengan merenggangkannya dari lambungnya". Dalam riwayat At-Tirmidzi, "Maka beliau menjauhkan tangannnya dari lambungnya". At-Tirmidzi berkata, "Yang diambil oleh ahli ilmu ialah pendapat bahwa seseorang merenggangkan tangannya dari lambungnya ketika rukuk dan sujud".
Disini perlu diingatkan bahwa makna tajafa (renggang) maksudnya renggang yang normal, bukan seperti yang dipahami oleh orang yang tidak mengerti sunnah dimana ia merenggangkannya secara berlebihan atau sangat jauh di luar ukuran umum sampai ia mempersempit orang yang shalat di sisinya dan punggug- nya dipanjangkan berlebihan sampai bengkok. Cara seperti ini jelas bertentangan dengan sunnah yang shahih.

Ketika rukuk, dianjurkan melihat ke depan ke arah bumi dan dimakruhkan melihat ke belakang atau ke arah belakang kaki, karena melihat ke belakang menyalahi adab shalat dan tergolong main-main dalam shalat.

(Sifat Shalat Nabi SAW karya Syaikh Hasan Ali Saqqaf)

Thursday, May 23, 2013

Rukuk-nya Orang yang Shalat Sambil Duduk


Dalam Syarah Al-Muhadzdzab [3:408], Imam An-Nawawi berkata, "Adapun rukuknya orang yang shalat sambil duduk, maka minimal ia membungkuk dimana wajahnya sejajar dengan kedua lututnya yang ada pada tanah. Rukuknya yang paling sempurna ialah keningnya sejajar dengan tempat sujud, jika ia tidak mampu melakukan ini karena sakit pinggang atau sejenisnya misalnya, maka ia harus rukuk dengan membungkuk sesuai kemampuan. Disyaratkan, tujuan ia mem­bungkuk hanya untuk rukuk, tidak untuk yang lain. Kalau ia membaca aval sajdah, lalu ia hendak sujud, tetapi ketika sampai pada posisi bungkuk orang yang rukuk, ia mengurungkan sujudnya dan pindah niat untuk rukuk, maka rukuknya tersebut tidak dianggap (tidak sah), la harus kembali bangun untuk kemudian rukuk. Ketetapan ini tidak ada ikhtilaf antara ulama".

(Sifat Shalat Nabi SAW karya Syaikh Hasan Ali Saqqaf)

Tentang Rukuk


Allah Ta'ala berfirman:
Hai orang-orang yang beriman, rukuklah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebaikan, supaya kamu mendapat kemenangan. (QS. Al-Hajj [22]: 77)
Rukuk arti bahasa adalah membungkuk. Para ulama berijmak atas wajibnya rukuk yang merupakan rukun shalat kelima. Dalilnya selain ayat diatas dan Ijmak juga hadits tentang Al-Musi' Shalatahu yang lalu. Didalam hadits itu Nabi berpesan kepadanya, "Lalu rukuklah engkau sampai thuma'ninah (tenang) dalam rukuk”  (HR. Al-Bukhari [2:277], Muslim [1:298] dan lainnya).
Juga nasehat Rasul Saw kepada kita, "Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihatku shalat". (HR. Al-Bukhari [2:111])
Yaitu membungkuk yang ukurannya anda dapat meletakkan bagian dalam telapak tangan anda pada lutut dengan betis tetap tegak. Meletakkan telapak tangan pada lutut hukumnya sunnah bukan wajib. Orang yang sedang shalat harus melakukan rukuk, tidak boleh meninggalkannya. Dalam rukuk, wajib thuma’ninah walau sejenak, karena Nabi Saw berpesan kepada al-musi'shalatahu (yang buruk shalatnya) dalam riwayat Bukhari dan Muslim, "Lalu rukuklah kamu sampai thuma 'ninah dalam rukuk".
Adapun dalil meletakkan telapak tangan adalah riwayat Salim Al-Barrad al-Kufi, ia bercerita, "Kami mendatangi Ibnu Mas'ud lalu meminta dia untuk menjelaskan tentang shalat Rasulullah Saw. Maka Ibnu Mas'ud berdiri dan bertakbir. Ketika ia rukuk, la meletakkan telapak tangannya pada lututnya dengan menjadikan jari-jarinya di bawahnya, kedua sikunya direnggangkan sampai semuanya lurus karenanya..." (HR. An-Nasa'i [2:186] merupakan hadits shahih).
Ada sejumlah hadits yang menjadi dasar diletakkannya telapak tangan pada lutut, antara lain hadits dari Sa'ad bin Abi Waqqash RA, yang di dalamnya terdapat kata-kata: "Kami diperintah untuk menaruh tangan kami pada lutut". (HR. Al- Bukhari [2:273], Muslim [1:380]).
Dalil bahwa meletakkan bagian dalam telapak tangan pada lutut tidak wajib adalah beberapa hadits dan atsar dari sahabat Nabi Saw. Hadits dan astar tersebut mengalihkan makna perintah meletakkan telapak tangan pada lutut (dari wajib) ke makna sunnah (bukan wajib).
Diantaranya ucapan Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari [2:274], "Dalam kitab At-Tirmidzi [2:43]4 melalui jalur Abu Abdir-Rahman As-Sulami, ia mengungkapkan, "Umar telah menyatakan, "Lutut telah disunnahkan bagimu, maka peganglah lutut". Al-Baihaqi juga telah meriwayatkan dengan lafazh: "Manakala kami rukuk, kami menjadikan tangan kami diantara paha. Maka Umar mengingatkan, "Memegang lutut termasuk sunnah". (HR. Al-Baihaqi [2:84] dengan isnad shahih). Dalil lain adalah Sayidina Ali RA bertutur, "Jika engkau rukuk, kalau engkau mau, letakkanlah tangan ke pahamu, atau engkau ber-tatbiq".
Penulis berkata: Tatbiq yaitu menempelkan bagian dalam telapak tangan dengan meletakkannya diantara paha saat rukuk. Mereka melakukannya di permulaan Islam kemudian dimansukh (dihapus).
Dalam rukuk, wajib thuma'ninah berdasarkan pesan Nabi, "...sampai engkau thuma'ninah saat rukuk". Telah disebutkan bahwa thuma'ninah itu minimal diam (tenang) sampai anggota badan diam dimana gerakan saat membungkuk untuk rukuk terpisah dari gerakan bangun dari rukuk. Dengan kata lain, yang minimal dalam thuma'ninah ialah diam setelah gerak.
Dari Abu Mas'ud Al-Anshari RA, Rasulullah Saw telah menegaskan:
"Tidaklah cukup (sah) shalat yang didalamnya seseorang tidak menegakkan tulang rusuknya saat rukuk dan sujud". (HR. Abu Dawud [1:226 no.8551; At-Tirmidzi [2:51]; ia mengatakan, "Hadits Hasan". Juga An-Nasa'i [2:183]; Ahmad [4:119]; Ath-Thabrani [17:213]; Ibnu Hibban [5:218],- dan lainnya, merupakan hadits shahih)
Sesudah meriwayatkan hadits ini, At-Tirmidzi mengungkapkan, "Para ahli ilmu dari kalangan sahabat dan generasi sesudahnya mengamalkan ini. Mereka punya pendapat: seseorang harus meluruskan tulang rusuknya saat rukuk dan sujud".
Orang yang tidak thuma'ninah saat rukuk dan sujud, shalatnya tidak sah berdasarkan hadits shahih ini dan hadits al-musi shalatahu serta hadits lainnya. Selain itu wajib menegakkan betis. Jika membengkokkannya sedikit saja, maka shalatnya tidak sah kecuali bagi yang sakit dan tidak kuat.
Al-Hafizh Al-lraqi dalam kitab "Tharhut Tatsrib" [2:285] menulis sebagai berikut, "Jika tidak bungkuk dan tetap lurus sementara tangannya menyentuh lutut, maka posisi tersebut bukan disebut rukuk. Hal ini telah ditetapkan oleh rekan-rekan kami. Imam Haramain6 menyampaikan pandangannya berikut, "Andai membungkuk disertai cara seperti itu dan dengan cara itu telapak tangan dapat diletakkan pada lutut, itu pun tidak termasuk rukuk".

(Sifat Shalat Nabi SAW karya Syaikh Hasan Ali Saqqaf)

Monday, May 6, 2013

Muqaddimah

Segenap puji hanya bagi Allah Yang sendirian dalam kemahabesaran-Nya, yang memberi anugerah kepada para kekasih-Nya, Pemberi banyak karunia, Pelenyap kesusahan dan duka, Penyebar nlkmat dengan merata, Penjulur tirai terhadap kesalahan, dan meluhurkan pemberian. Dia Yang tidak memiliki kelemahan, tidak terpedaya oleh lawan, tidak terjangkau oleh dugaan dan perkiraan, tidak tercapai oleh pandangan, tidak terliput oleh pemahaman dan tidak tergambar oleh akal pikiran.

Dia tidak mengalami perubahan oleh peredaran zaman, tidak dapat dilemahkan oleh aneka kejadian yang begitu kelam, Dia Maha mengetahui yang terlintas di pikiran, Pencipta segala sesuatu dengan ukuran. Dialah Allah Maha Suci yang selalu menepati janji-Nya, yang tentara-Nya menang dan jaya, yang membela pendukung kebenaran dan mendekatkannya, yang menghinakan penganut kebathilan dan menelantarkannya. Dia mendatangkan bencana bagi setiap yang merubah kebenaran dan menyimpang dari jalan-Nya, dan Dia menurunkan siksa kepada pelaku bid'ah dan yang kontradiktif dalam dalil dan argumentasi.

Maha Suci Allah, Dia-lah Yang telah memilih dinul-lslam dan meninggikan kedudukannya, memilih seorang keturunan Hasyim untuk memikulnya, yang dengannya alam menjadi terang. Dia telah mengeluarkannya dari keturunan terbersih dan menyeleksinya dari nasab termulia untuk dijadikan sebagai Rasul bagi segenap makhluk-Nya dan penuntun mereka kepada jalan keselamatan dan hidayah, pada tatkala jagat kemanusiaan meninggalkan ketaatan kepada Allahur-Rahman dan melakukan penghambaan kepada berhala dan bebatuan. Beliau terus-terusan memikul perkara Rabbnya, melarang manusia meniti jalur kesesatan, dan menyuruh mereka menapaki garis hidayah dan tuntunan. Beliau bersungguh-sungguh dalam memberantas kebathilan, sehingga wajah haq menjadi cerah terang, daunnya yang layu menjadi hijau rindang, sementara kebathilan surut dan hengkang.

Allah Azza wa Jalla telah menjadikan setelah beliau para pendukungnya yang semangat di jalan hidayah tak terpengaruh oleh cercaan orang yang mencela. Mereka memerangi kebathilan secara berkesinambungan. Semoga Allah membalas perjuangan mereka dengan balasan yang untuknya banyak orang berlomba-lomba. Demi mendapatkannya, mereka yang bersungguh-sungguh akan mencurahkan jerih payahnya, dengan harapan Allah menjayakan din-Nya, dan meneguhkan-nya sesuai janji-Nya, setelah menangguhkan penganut kebathilan yang bangga dengannya dan yang menetap di alam kekeliruannya. Masalah ini akan mendatangkan kerugian bagi si pembangkang, menghapus jejak pembuat kerusakan dan memberi untung bagi orang yang mencurahkan jerih payah, ijtihad dan kesungguhan.
Semoga Allah Ta'ala mencurahi kesejahteraan kepada sayid dan pemimpin kita, Rasulullah Muhammad shallallahu 'alayhi wasallam yang khusus memiliki sifat-sifat mulia, yang menerangi dunia yang gelap gulita, juga kepada keluarganya sebagai pemimpin umat manusia, dan kepada para pembela Islam, yang menjelaskan hakekat agama dan menghancurkan golongan ingkar. Semoga Allah menganugerahi keselamatan dan kemuliaan, bahkan melipatgandakannya dan senantiasa menambahnya.
Amma ba'du, 
Inilah buku yang memaparkan Sifat Shalat Rasul kita Saw. Di dalamnya penulis bersungguh-sungguh untuk menjelaskan secara rinci setiap bagian dari tata-cara shalat mulai dari takbir sampai taslim dengan uslub bahasa paling mudah dan terang, disertai dalil masing-masing dan hadits-hadits shahih sebagai argumentasi, dengan tidak lupa mengingatkan anda tentang hadits-hadits dha'if yang dijadikan dalil sebagian ulama. Penulis juga menjelaskan segi fiqih terhadap hadits-hadits shahih tersebut sambil menerangkan sisi peng-istinbath-an (penyimpulan hukum) darinya sebagai pengamalan terhadap hadits:
"Barangiapa yang dikehendaki oleh Allah menjadi orang yang baik, maka Dia akan memberi pemahaman tentang dien kepadanya". (HR. Al-Bukhari 11:1641; dan Muslim [2718])

Penulis menjelaskan setiap lafazh atau hukum yang samar dilengkapi dengan ucapan para ulama hadits dan huffazh yang cukup dikenal dalam kedetailan beristinbath dan cukup masyhur dalam penguasaannya terhadap illat dan cacat- cacat dalam hadits, yang mampu membedakan antara yang shahih dengan yang dha'if, untuk memunculkan yang rajih menurut kami dalam setiap masalah. Akhirnya, alhamdulillah hadir sebuah kitab khusus tentangnya yang mengungguli kitab yang serupa dengannya sekaligus mengungkap kesalahan yang ada di buku lain. Sebuah kitab yang datang dengan terang seterang pagi yang cerah.

Patut anda ketahui bahwa sebagian perkara agama yang wajib diketahui oleh seorang muslim ialah mempelajari dan mengajarkan tentang shalat kepada orang lain. Karena ada sebuah hadits shahih yang datang dari Rasulullah Saw, bahwa beliau bersabda, "Jibril 'alaihissalam telah datang kepadakupada awat wahyu yang turun kepadaku la mengajarkan kepadaku wudhu dan shalat". (Hadits Hasan Riwayat Al-Hakim [3:2117], Al-Baihaqi [1:162], dan Ahmad [5:203]).
Maka sepatutnya bagi yang baru masuk Islam dan yang taubat dari maksiat karena meninggalkan shalat, untuk memperbarui taubatnya dan tekun mempelajari perkara diennya terutama tentang shalat, sesuai dengan kaifiyat yang dicontohkan oleh sayyid kita Rasulullah Saw dan yang telah beliau ajarkan kepada para sahabat. Kepada mereka beliau berpesan:




"Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku shalat." (HR. Al-Bukhari [2:111] dari Malik bin Al-Huwairits) 


Sebelum membahas tentang tatacara shalat yang dimaksud ada hal periling yang harus menjadi perhatian kita, yaitu: Akhlak baik sebagai sifat orang yang menjalankan shalat.

Penulis:
Sayyid Hasan bin Ali As Saqqaf